Weekend yang lalu, saat anakku meminta untuk
berangkat hari jum’at malam dengan pesan khusus, setir mobilnya perlahan
saja, kami mengiyakannya. Maka berangkatlah kami ke Bandung jam 20.15
langsung dari entry gate Fatmawati dengan harapan bisa tiba di rumah
adikku paling lambat jam 22.30.
Dalam perjalanan, kantuk menyerang sehingga lewat Bekasi, aku sudah setengah sadar. Biasanya, kalau kami berjalan malam, saya harus terjaga karena suami yang buta warna terkadang tidak bisa membedakan rambu lalu lintas di tengah cahaya lampu dan neon sign berwarna-warni yang berpendaran. Tapi kantuk yang tak tertahankan membuatku tertidur hingga beberapa lama dan terjaga tiba-tiba saat suami menyadari mobil yang dipacu di jalur kanan tidak berbelok ke arah Bandung, melainkan melaju ke arah Cikampek.
” Sudahlah, nanti kita masuk lagi di Purwakarta”. kataku menghiburnya walaupun itu berarti jarak dan waktu perjalanan menjadi bertambah. Maka, mataku menjadi nanar mencari rambu-rambu lalu lintas. Rupanya sejak beroperasinya jalan tol Cipularang, rambu lalu lintas petunjuk arah ke Bandung menjadi tidak terawat lagi dan malah hilang. Atau mungkin juga tidak terlihat apalagi di malam hari. Sama dengan redupnya warung-warung serta restoran di sepanjang jalan nasional/propinsi tersebut.
Di pertigaan menuju Subang, ada juga entry gate, tetapi rupanya hanya untuk menuju arah Cirebon dan Jakarta sehingga kami terus melaju masuk kota Purwakarta.
” Kita masuk di Jatiluhur saja”, kataku
Dalam keremangan malam dan di antara truk dan camion (aduh… kok tiba2 lupa istilahnya… oh iya, maksudnya mobil peti kemas), mobil kami masuk kembali ke jalan tol Cipularang. Jalur tersebut terasa agak sepi dan tidak rata. sempat kukomentari….:
“Jalannya jelek banget ya…?”
” Ya… sepertinya ada yang longsor lagi”, suamiku menimpali.
Mobil melaju perlahan karena sebagian ditutup untuk perbaikan jalur.
Lepas dari jalur yang diperbaiki, dari kejauhan aku melihat ada mobil truk atau mobil peti kemas berwarna merah bordeaux kusam, besar sekali. Entah berhenti atau berjalan lambat, yang pasti tidak terlihat lampu belakang dan nomornya. Kalau tidak salah, lamat-lamat kulihat 2 lampu sangat kecil yang suram di bagian bawah mobil. Kuingatkan suami untuk pindah ke jalur kanan untuk mendahului truk.
Usai mendahului truk, suami bertanya….
” Tadi lihat, nggak…?”
” Lihat apa…?”
” Ada lelaki…!”
” Dimana? Dekat truk…?, tanyaku tanpa curiga
” Nggak … aku nggak lihat apa2 kecuali truk itu, memang apa… dan dimana?” tanyaku
” Agak jauh sebelum truk tadi…. ada lelaki pakai celana pendek, kaos putih tapi… nggak ada kepalanya…” sahutnya tenang.
“Hah….? Alhamdulillah, aku nggak lihat…”
Betul…. alhamdulillah, bukan aku yang penakut ini yang melihat pemandangan itu. Bayangkan kalau kulihat mahluk tersebut, lalu aku berteriak histeris, pasti akan menggangu konsentrasi suami menyetir mobil sehingga bukan tidak mungkin akan menabrak truk tersebut atau kecelakaan lainnya. Tidak terpikir lagi apakah truk itu nyata adanya atau itu adalah truk siluman seperti cerita orang.
Sambil lalu kuceritakan pada suami, agak berbeda dengan perjalanan ke Bandung yang biasa kami lakukan, sore itu sambil memasukkan koper dan barang bawaan lainnya ke dalam bagasi mobil, sempat terlintas di kepalaku tentang cerita hantu tersebut dan terbersit … “jangan-jangan ketemu hantu”. Tapi seperti biasa, aku selalu menepis firasat-firasat buruk karena tidak mau meracuni isi kepalaku dan malangnya seperti kejadian-kejadian yang lalu, firasat itu benar-benar terjadi.
Percaya atau tidak… terserah. Tapi pengalaman itu melengkapi cerita orang mengenai hantu di jalan tol CIpularang.
#Maaf Klo Ceritanya Kurang Seram.
Dalam perjalanan, kantuk menyerang sehingga lewat Bekasi, aku sudah setengah sadar. Biasanya, kalau kami berjalan malam, saya harus terjaga karena suami yang buta warna terkadang tidak bisa membedakan rambu lalu lintas di tengah cahaya lampu dan neon sign berwarna-warni yang berpendaran. Tapi kantuk yang tak tertahankan membuatku tertidur hingga beberapa lama dan terjaga tiba-tiba saat suami menyadari mobil yang dipacu di jalur kanan tidak berbelok ke arah Bandung, melainkan melaju ke arah Cikampek.
” Sudahlah, nanti kita masuk lagi di Purwakarta”. kataku menghiburnya walaupun itu berarti jarak dan waktu perjalanan menjadi bertambah. Maka, mataku menjadi nanar mencari rambu-rambu lalu lintas. Rupanya sejak beroperasinya jalan tol Cipularang, rambu lalu lintas petunjuk arah ke Bandung menjadi tidak terawat lagi dan malah hilang. Atau mungkin juga tidak terlihat apalagi di malam hari. Sama dengan redupnya warung-warung serta restoran di sepanjang jalan nasional/propinsi tersebut.
Di pertigaan menuju Subang, ada juga entry gate, tetapi rupanya hanya untuk menuju arah Cirebon dan Jakarta sehingga kami terus melaju masuk kota Purwakarta.
” Kita masuk di Jatiluhur saja”, kataku
Dalam keremangan malam dan di antara truk dan camion (aduh… kok tiba2 lupa istilahnya… oh iya, maksudnya mobil peti kemas), mobil kami masuk kembali ke jalan tol Cipularang. Jalur tersebut terasa agak sepi dan tidak rata. sempat kukomentari….:
“Jalannya jelek banget ya…?”
” Ya… sepertinya ada yang longsor lagi”, suamiku menimpali.
Mobil melaju perlahan karena sebagian ditutup untuk perbaikan jalur.
Lepas dari jalur yang diperbaiki, dari kejauhan aku melihat ada mobil truk atau mobil peti kemas berwarna merah bordeaux kusam, besar sekali. Entah berhenti atau berjalan lambat, yang pasti tidak terlihat lampu belakang dan nomornya. Kalau tidak salah, lamat-lamat kulihat 2 lampu sangat kecil yang suram di bagian bawah mobil. Kuingatkan suami untuk pindah ke jalur kanan untuk mendahului truk.
Usai mendahului truk, suami bertanya….
” Tadi lihat, nggak…?”
” Lihat apa…?”
” Ada lelaki…!”
” Dimana? Dekat truk…?, tanyaku tanpa curiga
” Nggak … aku nggak lihat apa2 kecuali truk itu, memang apa… dan dimana?” tanyaku
” Agak jauh sebelum truk tadi…. ada lelaki pakai celana pendek, kaos putih tapi… nggak ada kepalanya…” sahutnya tenang.
“Hah….? Alhamdulillah, aku nggak lihat…”
Betul…. alhamdulillah, bukan aku yang penakut ini yang melihat pemandangan itu. Bayangkan kalau kulihat mahluk tersebut, lalu aku berteriak histeris, pasti akan menggangu konsentrasi suami menyetir mobil sehingga bukan tidak mungkin akan menabrak truk tersebut atau kecelakaan lainnya. Tidak terpikir lagi apakah truk itu nyata adanya atau itu adalah truk siluman seperti cerita orang.
Sambil lalu kuceritakan pada suami, agak berbeda dengan perjalanan ke Bandung yang biasa kami lakukan, sore itu sambil memasukkan koper dan barang bawaan lainnya ke dalam bagasi mobil, sempat terlintas di kepalaku tentang cerita hantu tersebut dan terbersit … “jangan-jangan ketemu hantu”. Tapi seperti biasa, aku selalu menepis firasat-firasat buruk karena tidak mau meracuni isi kepalaku dan malangnya seperti kejadian-kejadian yang lalu, firasat itu benar-benar terjadi.
Percaya atau tidak… terserah. Tapi pengalaman itu melengkapi cerita orang mengenai hantu di jalan tol CIpularang.
#Maaf Klo Ceritanya Kurang Seram.
0 komentar:
Posting Komentar